Selasa, 28 Mei 2013

Kejang Demam Pada Anak

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya setelah anak berumur di atas 5 tahun bila panas tidak lagi menderita kejang, kecuali penyebab panas tersebut langsung mengenai otak. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.

Konsep Dasar
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak dibawah lima tahun.

Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).

Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
1. Pemeriksaan fisik
Kesadaran klien dapat tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler. 

Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
 Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal.

Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam hal ini yang paling penting dilakukan oleh perawat adalah observasi mengenai kejang dan gambaran kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misalnya ada halusinasi, pergerakan bola mata, kontraksi otot lateral harus didokumentasikan waktunya kapan, lamanya kejang.
Aktivitas/ istirahat : keletihan, kelemahan
Sirkulasi : Peningkatan denyut nadi, cianosis, tanda-tanda vital abnormal,
Eliminasi : inkontinensia, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
Makanan : mual, muntah dan adanya kerusakan jaringan lunak/ gigi
Neurosensor : aaktivitas kejang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi serebri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera b.d. kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot-otot
b. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan persepsi, penurunan kekuatan otot
c. Gangguan bersihan jalan nafas b.d. kerusakan neuromuskuler
d. Risiko aspirasi b.d. penurunan tingkat kesadaran

3. Perencanaan & Implementasi Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera b.d. kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot-otot
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, meningkatkan keamanan lingkungan, mempertahankan aturan pengobatan
Intervensi : Kaji bersama keluarga mengenai stimulus pencetus kejang, observasi keadaan umum, observasi tanda-tanda vital, catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi, lindungi klien dari trauma, atur lingkungan tempat tidur klien jauh dari bahaya akan trauma, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan.

b. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan persepsi, penurunan kekuatan ototTujuan : kerusakan mobilitas fisik teratasi
Kriteria hasil : mobilisasi fisik klien aktif, kejang tidak ada, kebutuhan klien terpenuhi
Intervensi : kaji tingkat mobilisasi klien, kaji tingkat kerusakan mobilisasi klien, bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan, latih klien dalam mobilisasi secara bertahap sesuai kemampuan klien dan jangan lupa libatkan keluarga klien dalam pemenuhan kebutuhan klien

c. Gangguan bersihan jalan nafas inefektif b.d. kerusakan neuromuskuler
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : jalan nafas bersih dari sumbatan, suara nafas vesikuler, tidak ada sekresi mukosa, respirasi rate dalam batas normal
Intervensi : observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler/ semi fowler, lakukan pembersihan sekresi mukosa, evaluasi (auskultasi) suara nafas klien, kolaborasi pemberian obat mukolitik

d. Risiko aspirasi b.d. penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : respiratory status : ventilation, aspiration control, swallowing status
Kriteria hasil : klien dapat bernafas dengan mudah, frekuensi pernafasan normal, klien mampu menelan dan mengunyah tanpa aspirasi, jalan nafas paten tidak ada suara nafas abnormal
Intervensi : monitor tingkat kesadaran, pelihara jalan nafas, lakukan suction jika diperlukan, hindari makan kalau residu banyak, potong makanan kecil-kecil, naikan kepala 30-45 derajat saat makan

4. Evaluasi
a. Cedera tidak terjadi : stimulus pencetus kejang diketahui, keadaan umum baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, lingkungan terpelihara dengan baik
b. kerusakan mobilitas fisik teratasi : tingkat mobilisasi klien diketahui, tingkat kerusakan mobilisasi klien diketahui, kebutuhan klien terpenuhi, kemampuan klien dalam mobilisasi meningkat, keluarga berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan klien
c. bersihan jalan nafas efektif : tanda-tanda vital dalam batas normal, jalan nafas bebas dari sumbatan, suara nafas vesikuler, tidak ada sekresi mukosa
d. aspirasi tidak terjadi : klien dapat bernafas dengan mudah, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien mampu menelan dan mengunyah tanpa aspirasi, jalan nafas paten, tidak ada suara nafas abnormal




Tidak ada komentar: