Rabu, 29 Mei 2013

Hemofilia

Pengertian
Menurut Prof. Moeslichan hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan (faktor VIII) atau bisa juga disebut kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan salah satu faktor pembekuan darah. Penyakit ini diturunkan dari orang tua kepada keturunannya melalui kromoson X.

Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah yang banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Namun walaupun demikian sekitar 30% penderita penyakit ini tidak diketahui penyebabnya. Penyakit ini dapat menyerang bayi sampai orang dewasa, karena itu untuk mempertahankan hidupnya maka sepanjang hidupnya sipenderita memerlukan faktor pembeku darah.

Penyakit ini ditandai dengan adanya perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier) karena memiliki dua kromosom X. Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia.

Gejala Hemofilia
Gejala penyakit Hemofilia adalah apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit) sedangkan apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti. Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Karena itu mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut disarankan segera melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya.

Berdasarkan berat-ringannya penyakit pengelompokan hemofilia berdasarkan kadar faktor VIII atau faktor IX dalam darah dibagi menjadi:
1. Hemofilia berat, sering terjadi perdarahan tanpa sebab yang jelas (spontan), frekuensi perdarahan sering. Mempunyai kadar faktor pembeku darah kurang dari 1%.
2. Hemofilia sedang, frekuensi timbulnya perdarahan tidak sesering Hemofilia berat. Mempunyai kadar faktor pembeku darah 1-5%.
3. Hemofilia ringan, jarang terjadi perdarahan kecuali jika terjadi luka besar seperti tindakan pencabutan gigi, operasi atau khitan. Mempunyai kadar faktor pembeku darah 5-30%.

Faktor penyebab
Hemofilia merupakan kelainan bawaan sejak lahir yang diturunkan oleh kromosom X. Wanita berperan sebagai pembawa sifat hemofilia (carrier) yang diturunkan kepada anak lelakinya. Walaupun terdapat pula kasus yang sangat jarang, penderita hemofilia adalah seorang wanita. Ini dapat terjadi jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. Kebanyakan keluarga yang mempunyai riwayat perkawinan antarkeluarga mengidap penyakit ini. Sebaiknya ditelusuri apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami penyakit yang sama; ayah, kakek, paman, sepupu atau keponakan laki-laki. Gen yang cacat mungkin saja baru muncul pada beberapa generasi kemudian. Jika setelah dirunut dalam riwayat keluarga tidak ada yang mempunyai kelainan ini, maka pasien kemungkinan mengalami mutasi gen spontan (mutasi: perubahan struktur atau susunan; gen: pembawa sifat menurun).

Secara genetik penurunan hemofilia bisa dijelaskan sebagai berikut. Pria penderita hemofilia dapat terjadi jika ada perkawinan antara wanita pembawa sifat hemofilia (carrier hermofilia) dengan pria normal. Gen hemofilia teletak pada kromosom X. Seorang pria mempunyai kode genetik XY, jika kromosom X-nya itu memiliki gen hemofilia yang resesif maka pria itu menjadi penderita hemofilia. Sedangkan wanita mempunyai kode genetik XX, jadi walau salah satu kromosom X-nya mempunyai gen hemofilia resesif, ia masih punya satu lagi kromosom X yang normal, sehingga ia tetap bisa hidup normal namun bersifat carrier hemofilia.

Menurut Moeslichan, hemofilia muncul bukan cuma karena keturunan, tapi juga faktor luar seperti pengaruh bom atom, gas beracun, yang mengakibatkan terjadinya mutasi gen atau perubahan mendadak pada kromosom X.

Bayi yang merupakan penderita Hemofilia baru bisa ketahuan saat ia mulai berjalan, dan mengalami luka berdarah yang sulit dihentikan atau luka memar lantaran benturan-benturan kecil. Sementara penderita dewasa akan sering merasa nyeri pada persendian dan otot, khususnya pada lengan dan kaki. Soalnya, persendian merupakan tempat pertemuan dua tulang, sehingga kalau digerakkan atau terkena benturan sedikit saja akan mengeluarkan darah. Bagi orang normal, kejadian ini tidak akan terasa karena zat pembeku darah akan segera bekerja. Tapi tidak demikian bagi penderita hemofilia.

Adapun perawatan kesehatan secara umum pada penderita Hemofili adalah sebagai berikut
1. Disarankan segera melakukan tes darah Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala sebagai berikut: Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit), apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti, pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya.
2. Mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh supaya tidak berlebihan karena kegemukan akan sangat membebani persendian kaki.
3. Melakukan kegiatan olah raga terukur. Olah raga akan memperkuat otot sehingga tidak mudah luka. Sebaiknya hindari olah raga adu fisik seperti sepak bola. Sangat dianjurkan bersepeda dan berenang. Ada baiknya dikonsultasikan dengan ahlifisio terapi yang memahami hemofilia.
4. Merawat dan memeriksakan gigi secara teratur ke dokter gigi untuk menghindari perdarahan gusi. Sedikitnya 6 bulan sekali.
5. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis: suntikan imunisasi harus dilakukan di bawah kulit (subkutan) dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas suntikan setidaknya 5 menit.
6. Hindari penggunaan obat yang mengandung aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan perdarahan. Jangan sembarangan mengonsumsi obat-obatan. Sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
7. Memberikan informasi secara jelas tentang kondisi hemofilia yang diderita kepada pihak-pihak tertentu seperti pihak sekolah agar diberi keringanan jika sering absen sekolah. Selain itu penjelasan juga diperlukan bagi dokter tempat penderita berobat, dan teman-teman di sekitarnya.
8. Memberi dukungan, jangan terlalu over protective, biarkan penderita hemofilia tumbuh dengan pribadi yang sehat agar tetap optimis bersama.
9. Pengobatan penderita hemofilia berupa Recombinant Factor VIII yang diberikan kepada pasien hemofili berupa suntikan maupun tranfusi.
10. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF untuk penderita hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita.
11. Jika terjadi perdarahan pada otot dan sendi, langkah pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah:
Rest, yaitu istirahatkan anggota tubuh yang mengalami perdarahan.
Ice, yaitu kompreslah bagian yang terluka dengan es.
Compress, yaitu tekan dan ikat tidak terlalu keras dengan perban elastis.
Elevation, yaitu letakan bagian yang sakit dalam posisi lebih tinggi dari dada dengan menggunakan bantal.

Selasa, 28 Mei 2013

Guillain barre Sindroma (GBS)

Guillain barre Sindroma (GBS) adalah kelumpuhan otot ekstremitas yang akut, biasanya timbul sesudah penyakit infeksi

Penyebabnya belum diketahui secara pasti biasanya disebabkan oleh keadaan alergi, mungkin juga diesebabkan oleh virus.

Gambaran Klinis
1. Gambaran umum seperti influensa. awal mula terdapat demam akut, penderita merasakan  nyeri kepala dan seluruh badan. Baru setelah beberapa hari disadari adanya kelumpuhan otot
2. Gangguan sensibilitis : rasa nyeri, parentesi, berkurangnya  rasa permukaan kulit 
3. Terjadinya kelumpuhan simetris pada kedua tungkai, kaki dan tangan.
4. Keadaan yang sangat berbahaya bila terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan.
5. Bila syaraf otak terkena kadang-kadang ditemukan kelumpuhan pada otot kuduk, leher dan muka.
6. Likuor serebrospinlis : berwarna kuning dengan kadar protein yang meninggi dan jumlah sel yang normal. Keadaan ini disebut disosiasi sito-albumin (“dissociation-cyto-albuminique”)

Kejang Demam Pada Anak

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya setelah anak berumur di atas 5 tahun bila panas tidak lagi menderita kejang, kecuali penyebab panas tersebut langsung mengenai otak. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.

Konsep Dasar
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak dibawah lima tahun.

Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).

Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
1. Pemeriksaan fisik
Kesadaran klien dapat tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler. 

Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
 Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal.

Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam hal ini yang paling penting dilakukan oleh perawat adalah observasi mengenai kejang dan gambaran kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misalnya ada halusinasi, pergerakan bola mata, kontraksi otot lateral harus didokumentasikan waktunya kapan, lamanya kejang.
Aktivitas/ istirahat : keletihan, kelemahan
Sirkulasi : Peningkatan denyut nadi, cianosis, tanda-tanda vital abnormal,
Eliminasi : inkontinensia, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
Makanan : mual, muntah dan adanya kerusakan jaringan lunak/ gigi
Neurosensor : aaktivitas kejang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi serebri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera b.d. kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot-otot
b. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan persepsi, penurunan kekuatan otot
c. Gangguan bersihan jalan nafas b.d. kerusakan neuromuskuler
d. Risiko aspirasi b.d. penurunan tingkat kesadaran

3. Perencanaan & Implementasi Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera b.d. kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot-otot
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, meningkatkan keamanan lingkungan, mempertahankan aturan pengobatan
Intervensi : Kaji bersama keluarga mengenai stimulus pencetus kejang, observasi keadaan umum, observasi tanda-tanda vital, catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi, lindungi klien dari trauma, atur lingkungan tempat tidur klien jauh dari bahaya akan trauma, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan.

b. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan persepsi, penurunan kekuatan ototTujuan : kerusakan mobilitas fisik teratasi
Kriteria hasil : mobilisasi fisik klien aktif, kejang tidak ada, kebutuhan klien terpenuhi
Intervensi : kaji tingkat mobilisasi klien, kaji tingkat kerusakan mobilisasi klien, bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan, latih klien dalam mobilisasi secara bertahap sesuai kemampuan klien dan jangan lupa libatkan keluarga klien dalam pemenuhan kebutuhan klien

c. Gangguan bersihan jalan nafas inefektif b.d. kerusakan neuromuskuler
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : jalan nafas bersih dari sumbatan, suara nafas vesikuler, tidak ada sekresi mukosa, respirasi rate dalam batas normal
Intervensi : observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler/ semi fowler, lakukan pembersihan sekresi mukosa, evaluasi (auskultasi) suara nafas klien, kolaborasi pemberian obat mukolitik

d. Risiko aspirasi b.d. penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : respiratory status : ventilation, aspiration control, swallowing status
Kriteria hasil : klien dapat bernafas dengan mudah, frekuensi pernafasan normal, klien mampu menelan dan mengunyah tanpa aspirasi, jalan nafas paten tidak ada suara nafas abnormal
Intervensi : monitor tingkat kesadaran, pelihara jalan nafas, lakukan suction jika diperlukan, hindari makan kalau residu banyak, potong makanan kecil-kecil, naikan kepala 30-45 derajat saat makan

4. Evaluasi
a. Cedera tidak terjadi : stimulus pencetus kejang diketahui, keadaan umum baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, lingkungan terpelihara dengan baik
b. kerusakan mobilitas fisik teratasi : tingkat mobilisasi klien diketahui, tingkat kerusakan mobilisasi klien diketahui, kebutuhan klien terpenuhi, kemampuan klien dalam mobilisasi meningkat, keluarga berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan klien
c. bersihan jalan nafas efektif : tanda-tanda vital dalam batas normal, jalan nafas bebas dari sumbatan, suara nafas vesikuler, tidak ada sekresi mukosa
d. aspirasi tidak terjadi : klien dapat bernafas dengan mudah, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien mampu menelan dan mengunyah tanpa aspirasi, jalan nafas paten, tidak ada suara nafas abnormal




Senin, 27 Mei 2013

Standar Praktik Perawat

Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh setiap tenaga professional. Standar praktik keperawatan adalah ekpektasi/harapan-harapan minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis.
Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi.

Lingkup Standar Praktik Keperawatan Indonesia meliputi :
1. Standar Praktik Professional
a. Standar I Pengkajian
b. Standar II Diagnosa Keperawatan
c. Standar III Perencanaan
d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan (Impelementasi)
e. Standar V Evaluasi
2. Standar Kinerja Professional
a. Standar I Jaminan Mutu
b. Standar II Pendidikan
c. Standar III Penilaian Kerja
d. Standar IV Kesejawatan (collegial)
e. Standar V Etik
f. Standar VI Kolaborasi
g. Standar VII Riset
h. standar VIII Pemanfaatan sumber-sumber
Detail mengenai standar praktek bisa di download disini

Minggu, 26 Mei 2013

Paradigma Keperawatan

Pengertian
Paradigma adalah suatu cara pandang mendasar atau cara kita melihat, memikirkan, memaknai, menyikapi serta memilih tindakan atas fenomena yang ada. (Asmadi, 2008)

Paradigma Keperawatan merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh mayoritas kelompok ilmiah (keperawatan) atau hubungan berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur hubungan diantara teori tersebut guna mengembangkan konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan. Paradigma keperawatan terdiri atas empat unsur yaitu keperawatan, manusia, sehat-sakit dan lingkungan. Keempat unsur inilah yang membedakan paradigma keperawatan dengan teori lain. Teori keperawatan didasarkan pada keempat konsep tersebut yakni konsep manusia, konsep sehat-sakit, konsep lingkungan dan konsep keperawatan sebagai intinya.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang meliputi aspek Biologis, Psikologis, Sosiologis dan Spiritual yang terdiri dari proses yang sistematis yaitu pengkajian, penentuan diagnosa, membuat perencanaan, melaksanakan perencanaan yang telah ditetapkan serta mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan. asuhan keperawatan sendiri ditujukan bukan hanya pada seorang individu melainkan juga kepada keluarga dan masyarakat yang sehat maupun yang sakit mencakup hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian internal dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan dengan bentuk pelayanan biologis, psikologis, social, dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit dan mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Depkes, 2000).
Tujuan Proses Keperawatan
  1. Membantu individu menjadi bebas dari masalah kesehatan yang dirasakan dan mengajak individu dan masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan derajat kesehatan.
  2. Membantu indivudu mengembangkan potensinya dalam memelihara kesehatan seoptimal mungkin agar tidak tergantung kepada orang lain didalam memelihara kesehatannya.
  3. Membantu individu untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Proses Keperawatan
Pengertian Proses Keperawatan
Malinda Muraray
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, tindakan dan mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan.
Wolf and Weitzel
Proses perawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan, melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya.
Tujuan Keperawatan
Hasil akhir dari proses ini adalah menuliskan rencana keperawatan. Proses keperawatan ini merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistematika dalam memberikan pelayanan keperawatan. Rencana asuhan keperawatan merupakan pedoman dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Langkah-langkah Proses Keperawatan
Ada lima langkah dalam  proses keperawatan  dalam lima langkah ini semuanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi yang membentuk satu mata rantai.